Kamis, 17 Februari 2011

Pedesan Entog Indramayu: Bukan Mercon, Bukan Becek

Pedesan Entog Indramayu: Bukan Mercon, Bukan Becek
Foto: Bondan Winarno
Jakarta - Indonesia adalah negeri yang sangat kaya dengan koliner ikonik. Setiap daerah punya kuliner andalan masing-masing. Bahkan di kota-kota kecil pun selalu saja ada sajian yang sangat khas dan tidak dapat ditemukan di kota lain.

Beberapa hari yang lalu, dalam kunjungan singkat ke Indramayu - sekitar 200 kilometer di Timur Jakarta - saya akhirnya berhasil mencicipi masakan tradisional yang sudah lama saya ingini. Namanya: pedesan entog.

Cukup mudah menduga seperti apa penampilan masakan yang satu ini. Pedesan pastilah mengacu pada masakan yang pedas, dengan cabe super banyak. Sedangkan entog adalah mentok alias itik atau bebek berleher pendek dan tubuh tambun.

Dari cecapan pertama kita sudah dapat langsung menduga bahwa pedasnya masakan ini dihasilkan oleh cabe dan merica dalam jumlah yang seimbang. Pedasnya tidak hanya menyedak di lidah dan mulut, tetapi juga terasa hangat di lambung.

Jangan mendakwa dulu. Sajian ini - sekalipun bahan bakunya adalah entog - sama sekali tidak menguarkan aroma yang tidak sedap. Maklum, bumbu dan rempahnya sangat banyak. Penggunaan ketumbar, daun jeruk, dan sereh - antara lain - bertanggung jawab untuk hadirnya aroma harum dari masakan pedas ini. Bumbunya pun sangat kaya, sehingga masakan ini terasa sangat gurih di lidah.

Hampir semua orang Indramayu sepakat "menuding" Bang Combat sebagai provider pedesan entog terbaik di kota ini. Di kartu penduduknya, begitulah namanya disebut: Dadang Combat. Maklum, ayahnya dulu seorang tentara yang sedang bertempur (combat ketika Dadang lahir. Tetapi, di warungnya, Combat juga ditulis sebagai Kombet maupun Combet. Bang Combat memang kurang peduli soal pencitraan atau branding, agaknya.

Masakan Bang Combat memang patut dipuji. Serat entog yang kasar menjadi terasa lembut karena dimasak empuk. Bumbu-bumbunya pun meresap dengan cantiknya. Seporsi nasi putih dan semangkuk kecil pedesan entog cukup ditebus dengan Rp 15 ribu saja. Harga khas kota kecil yang sungguh bersahabat.

Masakan yang disebut pedesan entog ini sangat mirip dengan becek mentok yang saya temukan di Tuban beberapa tahun yang lalu. Yang dimaksud becek pada umumnya adalah masakan semacam gulai tanpa santan yang sangat gurih dan sangat kaya bumbu, serta pedas. Karena tanpa santan, masakan ini terasa tidak terlalu machtig, dan dapat bertahan lebih lama karena tidak cepat basi. Taburan bawang merah goreng garing di atasnya juga ikut melembutkan citarasanya, di samping juga memperkaya tekstur.

Orang Aceh mungkin juga akan sependapat dengan saya bahwa pedesan entog khas Indramayu ini sangat mirip dengan sie itek khas Aceh. Bedanya, sie itek lebih "licin" karena dimasak dengan santan kental dan kelapa gongseng.

Bila lain kali singgah ke Indramayu, pastikanlah agar Anda dalam keadaan lapar. Pedesan entog ini termasuk kategori dangerously delicious. (Bondan Winarno)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

my playlist


MusicPlaylistView Profile
Create a playlist at MixPod.com